1. Euclid
Dalam Optica nya ia mencatat bahwa perjalanan cahaya dalam garis lurus dan menjelaskan hukum refleksi. Dia percaya bahwa visi akan melibatkan sinar dari mata ke obyek terlihat dan ia mempelajari hubungan antara ukuran jelas dari objek dan sudut-sudut yang mereka lihat di mata.
2. Robert Grosseteste
Grosseteste menganggap bahwa sifat cahaya memiliki arti khusus dalam filsafat alam dan menekankan pentingnya matematika dan geometri di mereka belajar. Dia percaya bahwa warna terkait dengan intensitas dan bahwa mereka memperpanjang dari putih menjadi hitam, putih yang paling murni dan berbaring di luar merah dengan hitam tergeletak di bawah biru. pelangi itu menduga sebagai akibat refleksi dan refraksi cahaya matahari oleh lapisan dalam 'awan berair' tapi pengaruh tetesan individu tidak dianggap. Dia memegang melihat, bersama dengan orang-orang Yunani sebelumnya, bahwa visi melibatkan emanasi dari mata ke objek yang dirasakan.
3. Roger Bacon
Bacon (Inggris). Seorang pengikut Grosseteste di Oxford, Bacon diperpanjang pekerjaan Grosseteste di optik. Ia menganggap bahwa kecepatan cahaya terbatas dan bahwa disebarluaskan melalui media dengan cara yang analog dengan propagasi suara. Dalam karyanya Opus Maius, Bacon menggambarkan studinya atas perbesaran benda kecil dengan menggunakan lensa cembung dan menyarankan agar mereka bisa menemukan aplikasi di koreksi penglihatan yang rusak. Dia menghubungkan fenomena pelangi untuk refleksi sinar matahari dari hujan individu
4. Al-Kindi (801 M – 873 M)
Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual.
Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
5. Ibnu Sahl (940 M – 100 M)
Sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu optik adalah Ibnu Sahl (940 M – 100 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang matematikus yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M, dia menulis risalah yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa). Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api cahaya.
Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.
6. Al-Haitham (965 M – 1040 M)
Ilmuwan Muslim yang paling populer di bidang optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M – 1040 M). Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis.
Sang ilmuwan Muslim ini meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di permukaan yang bercahaya.
Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.
Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison.
Ibnu Haytham menyatakan bahwa objek yang dilihat mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.
Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia.
Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar.
7. Teori Impuls oleh Rene Descartes
Menurut Descartes, perambatan cahaya dapat dianalogikan dengan perambatan suatu impuls mekanik dari tongkat orang buta yang waktu berjalan menyodok-nyodokkan tongkat terhadap berbagai benda. Menurutnya cahaya merupakan suatu impuls yang merambat dengan cepat dari satu tempat ke tempat lain.
8. Teori Emisi oleh Sir Isac Newton (1642-1722)
Newton mengembangkan teori Descartes bahwa cahaya terdiri dari partikel-partikel. Menurutnya, benda bersinar mengeluarkan partikel-partikel secara tetap ke segala arah dengan lurus. Jika partikel dianggap tidak bermassa, maka benda bersinar tidak akan kehilangan massa hanya karena memancarkan cahaya, dan cahaya itu sendiri tidak dipengaruhi oleh gravitasi
9. Teori Gelombang oleh Christian Huygens (1629-1695)
Christian Huygens dan Robert Hooke merupakan ilmuwan pendukung yang paling bersemangat dari teori impuls cahaya. Kemudian, mereka menyempurkan teori tersebut sehingga lahiriah teori gelombang cahaya. Pada tahun 1678, Huygens menyatakan bahwa perambatan gelombang apa pun melalui ruang dapat digambarkan dengan suatu metode geometris yang dikenal dengan prinsip Huygens, yaitu :
“setiap titik pada muka gelombang (wavefront) dapat dipandang sebagai sebuah sumber titik yang menghasilkan gelombang sferis sekunder. Setelah waktu t, posisi muka gelombang yang baru adalah permukaan selubung yang menyinggung semua gelombang sekunder ini.
10. Percobaan Thomas Young (1773-1829) dan Agustin Fresnel (1788-1827)
Thomas Young dan Agustin Fresniel melakukan percobaan dengan dua celah. Dari hasil percobaan mereka menyatakan bahwa cahaya dapat melentur dan berinterferensi, dan peristiwa ini tidak dapat diterangkan dengan teori partikel (emisi) Newton.
11. Percobaan Jean Beon Foucault (1819-1868)
Menurut hasil percobaan Foucault, bahwa cepat rambat cahaya dalam zat cair lebih kecil dibandingkan dengan cepat rambat cahaya di udara. Hal ini juga bertentangan dengan teori emisi Newton, tetapi mendukung teori gelombang Huygens. Sehingga pendapat cahaya adalah gelombang semakin diakui.
12. Percobaan James Clerk Maxwell (1831-1879)
Maxwell menemukan bahwa perubahan medan listrik menimbulkan medan magnet, dan sebaliknya perubahan medan magnet menghasilkan medan listrik secara bergantian. Kedua medan selalu merambat bersama-sama dan saling tegak lurus sehingga menghasilkan gelombang elektromagnetik. Maxwell juga menemukan empat persamaan dasar yang disebut persamaan Maxwell.
Maxwell menyatakan bahwa cepat rambat gelombang-gelombang elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya. Jadi, ia berkesimpulan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik.
13. Percobaan Heinrick Rudolf Hertz (1857-1894)
Orang yang pertama kali menguji hipotesa Maxwell adalah Heindrick Rudolf Hertz. Percobaan Hertz ini menggunakan sepasang vibrator muatan listrik yang bergetar dengan frekuensi yang tinggi kira-kira 100 MHz. Frekuensi ini adalah gelombang elektromagnetik pada rentang gelombang radio pendek (FM) dan televisi.
Hasil eksperimen lainnya yang dilakukan Hertz adalah mengenai pengukuran kecepatan dari gelombang frekuensi radio. Gelombang frekuensi radio yang frekuensinya diketahui, dipantulkan pada sebuah lembaran logam sehingga menciptakan suatu pola interferensi yan titik simpulnya dapat dideteksi
14. Percobaan Pieter Zeeman (1852-1943)
Hasil percobaan yang dilakukan Zeeman tentang pengaruh medan magnet yang kuat terhadap berkas cahaya. Percobaan Zeeman ini memperkuat pembuktian Maxwell.
15. Percobaan Johanes Stark (1874-1957)
Hasil percobaan yang telah dilakukan Stark adalah medan listrik yang sangat kuat dapat berpengaruh terhadap berkas cahaya. Hasil ini juga memperkuat kesimpulan Maxwell.
16. Percobaan Albert Abraham Michelson (1852-1931) dan Edward Williams Morley (1838-1923)
Percobaan Michelson dan Morley membuktikan bahwa tidak ada eter. Pada saat itu orang berpendapat bahwa cahaya merambat di udara dalam zat yang dinamakan eter (medium cahaya). Hasil percobaan ini telah mengoreksi teori Fresnell bahwa cahaya merambat dengan medium eter. Percobaan ini mengubah pendapat orang saat itu.
17. Percobaan Max Planck (1858-1947)
Dengan teori dan percobaan tentang radiasi, Max Planck berkesimpulan bahwa cahaya adalah partikel-partikel kecil yang dinamakan kuanta. Teori ini dinamakan teori kuantum cahaya. Kuantum energi cahaya disebut foton. Kuantum adalah jama dari kuanta.
18. Teori Albert Einstein (1879-1955)
Dengan teori ini gejala fotolistrik dapat diterangkan bahwa cahaya memiliki sifat sebagai pantulan dan juga bersifat sebagai gelombang elektromagnetik yang disebut sifat dualisme.
kita juga punya nih jurnal mengenai cahaya silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2762/1/Kommit2000_komunikasi_004.pdf